Senin, 12 Desember 2011

ANALISIS MODEL, PENDEKATAN, ORIENTASI, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KURIKULUM


BAB I
PENDAHULUAN
Jika ingin membangun suatu bangsa, maka bangunlah yang pertama sistem pendidikannya, dan jika ingin membangun pendidikan, maka bangunlah yang pertama sistem kurikulum, karena kurikulum merupakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan pada hakekatnya kurikulum merupakan ilmu tentang proses mencerdaskan anak bangsa agar ia bermakna bagi kehidupannya. Sebab kurikulum merupakan jantung dunia pendidikan, dan kurikulum itu mutlak harus ada.
Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Sementara itu, dunia yang semakin cepat mengglobal sekaligus menyempit menyeret kurikulum pendidikan harus bersifat dinamis agar tidak ketinggalan. Dinamis mengikuti dinamika perubahan lingkungan yang ada serta dinamis mengantisipasi segala kemungkinan perubahan masa depan. Berdasarkan alasan tersebut, kurikulum apa pun perlu senantiasa adaptif dan dikelola dengan baik, dalam semua jenjang dan jenis pendidikan.
Kemudian dalam perubahan pengembangan kurikulum tersebut, tidak dapat ditinggalkan yaitu model, pendekatan, orientasi, dan strategi dan yang lain-lainnya yang dibutuhkan dalam pengembangan kurikulum. Karena dengan seperti itu kurikulum dapat dirubah dengan baik dan benar. Sehingga tujuan pendidikan itu dapat tercapai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah, maka implementasinya juga berjalan sesuai dengan langkah-langkah yang ada dalam setiap model, pendekatan, orientasi, dan strategi pengembangan kurikulum tersebut.
Akan tetapi sebelum diimplementasikan model-model tersebut dalam pengembangan kurikulum, terlebih dahulu harus dikaji dan ditelaah sehingga pelaksanaannya dapat terlaksana dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan pendidikan khususnya di indonesia ini. Sebab model-model tersebut berbeda-beda, tidak harus semua model harus sama, langkah-langkahnya harus sama maka dari itu hasilnya juga berbeda-beda tergantung pada pengembang kurikulum.

BAB II
PEMBAHASAN
Analisis Model, Pendekatan, Dan Orientasi Pengembangan Kurikulum
2.1  Membedakan Model-Model pengembangan kurikulum
Model adalah konstruksi yang bersifat teroretis dari konsep. Menurut Roberts S. Zain dalam bukunya: Curriculum Principles and Foundation (Dakir, 2004: 95-99), berbagai model dalam pengembangan kurikulum secara garis besar diutarakan sebagai berikut:
1.      The Administrative (Line-Staff) Model
Model pengembangan kurikulum ini paling awal dan sangat umum dikenal model Top Down (dari atas Ke bawah) atau Line Staff (garis komando). Maksudnya yaitu inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas).
Pengembangannya dilaksanakan sebagai berikut:
a.    Atasan membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras yang berwenang (pengawas pendidikan, Kepsek, dan pengajar inti)
b.    Panitia pengarah ini bertugas merumuskan rencana umum, prinsip-prinsip, landasan filosofis, dan tujuan umum pendidikan.
c.    Tim bertugas untuk merumuskan tujuan kurikulum yang spesifik, menyusun materi, kegiatan pembelajaran, sistem penilaian, dan sebagainya.
d.   Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum dan staf pengajar.
e.    Hasil kerja direvisi oleh tim (panitia pengarah) atas dasar pengalaman atau hasil try out.
f.     Setelah try out yang dilakukan oleh beberapa Kepsek, dan telah direvisi sebelumnya, baru kurikulum tersebut diimplementasikan.
2.      The Grass-Roots Model
Inisiatif pengembangan kurikulum model ini berada di tangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum disekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari beberapa sekolah sekaligus. Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok, yaitu: Pertama,Implementasi kurikulum akan lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah sejak semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang frofesional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua dan anggota masyarakat.
Langkah-langkah pelaksanaannya sebagai berikut:
a.         Inisiatif pengembangan datang dari bawah (Para pengajar)
b.        Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari orang tua siswa atau masyarakat luas yang relevan.
c.         Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan
d.        Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintis diadakan loka karya agar diperoleh input yang diperlukan.
3.      The Demonstration Model
Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam skala kecil. Dalam pelaksanaannya, model ini menuntut sejumlah guru dalam satu sekolah untuk mengorganissasikan dirinya dalam memperbarui kurikulum.
Langkah-langkah pelaksanannya sebagai berikut:
a.         Staf pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya dinilai baik.
b.         Kemudian hasilnya disebarluaskan di sekolah sekitar.

4.      Beuchamp’s System Model
Sistem yang diformalisasikan oleh G.A.Beauchamp (1975) dalam bukunya “Curriculum Theory”, mengemukakan adanya 5 (lima) langkah kritis dalam pengambilan keputusan pengembangan kurikulum, yaitu:
a.         Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas di sekolah, disebarkan di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik berskala regional maupun nasional yang disebut arena.
b.        Menunjuk tim pengembang yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf pengajar, petugas bimbingan, dan nara sumber lain.
c.         Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar. Untuk tugas tersebut dibentuk dewan kurikulum sebagai koordinator yang bertugas juga sebagai penilai pelaksanaan kurikulum, memilih materi pelajaran baru, menentukan berbagai kriteria untuk memilih kurikulum mana yang akan dipakai, dan menulis keseluruhan kurikulum yang akan dikembangkan.
d.        Melaksanakan kurikulum di sekolah
e.         Mengevaluasi kurikulum yang berlaku.
5.      Taba’s Inverted Model
Dikatakan terbalik karena model ini merupakan cara yang lazim ditempuh secara deduktif sehingga model ini sifatnya lebih deduktif. Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktek, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila dilakukan tanpa kegiatan eksperimental.



Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.    Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan penilaian, memperhatikan keluasan dan kedalaman bahan, kemudian menyusun suatu unit kurikulum.
b.    Mengadakan try out.
c.    Mengadakan revisi berdasarkan try out.
d.   Menyusun kerangka kerja teori
e.    Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.
6.      Roger’s Interpersonal Relatons Model
Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa “Kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap situasi perubahan”. Kurikulum demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang terbuka, luwes, dan berorientasi pada proses.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.    Dibentuk kelompok untuk memperoleh hubungan interpersonal di tempat yang tidak sibuk.
b.    Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tukar pengalaman di bawah pimpinan staf pengajar.
c.    Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas dalam suatu sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna, yaitu hubungan antara guru dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam suasana yang akrab.
d.   Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu para pegawai adminstrasi dan orang tua siswa. Dalam situasi yang demikian diharapkan masing-masing personakan akan saling menghayati dan lebih akrab, sehingga memudahkan berbagai pemecahan problem sekolah.
e.    Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realistis karena didasari oleh kenyataan-kenyataan yang diharapkan.
7.      The Systematic Action-Research Model
Ada 3 (tiga) faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah dan masyarakat, serta otoritas ilmu.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.    Dirasakan adanya problem proses belajar mengajar di sekolah yang perlu diteliti.
b.    Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahannya.
c.    Kemudian menentukan keputusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut.
d.   Melaksankan keputusan yang telah diambil.
Perbedaan Antara Model-Model Pengembangan Kurikulum di atas yaitu sebagai berikut:
NO.
MODEL
PERBEDAANNYA
1.
Administratif (Line-Staff)
Orang-orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum diberikan penekanan dengan uraian tugas dan fungsinya.
2.
Grass-Roots (dari bawah)
Diletakkan pada pengembangan kurikulum yang diselenggarakan secara demokratis yaitu dari bawah.
3.
Demonstrasi
Mengutamakan pemberian contoh dan teladan yang baik.
4.
Beauchamp’s System
Melihat dari segi keseluruhan proses kurikulum.
5.
Taba’s Inverted (terbalik)
Mendekatkan kurikulum dengan realitas pelaksananya melalui pengujian terlebih dahulu oleh guru-guru profesional.
6.
Roger’s Interpersonal Relation’s
Mengutamakan hubungan antarpribadi dengan harapan dapat menghasilkan penerapan kurikulum dengan baik dan sukses.
7.
Systematic Action-Research
Mengutamakan penelitian sistematis oleh orang lapangan tentang masalah-masalah kurikulum.

2.2  Mengidentifikasi Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Menurut Zainal Arifin (2011 : 113) dilihat dari aspek perencanaan, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, antara lain sebagai berikut:
1.      Pendekatan Kompetensi (Competency Approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berpikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ciri-ciri pokok pendekatan kompetensi adalah berpikir teratur dan sistemik, sasaran penilaian lebih difokuskan pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri.

2.      Pendekatan Sistem (System Approach)
Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinterelasi dan interdependensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pendakatan sistem dapat juga diartikan sebagai suatu sistem yang berupa proses. Tujuannya adalah untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai suatu tujuan. Komponen-komponennya adalah langkah-langkah kegiatan yang terpadu secara integral dalam suatu ikatan sistem. Inti pendekatan sistem yang berupa proses adalah merumuskan masalah, mengidentifikasi strategi pemecahan masalah dan evaluasi.
3.      Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clafication Approach)
Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atau keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain serta aturan yang berlaku. Pendekatan ini menekankan agar peserta didik dapat mengemukakan pendapatnya sendiri tentang isu-isu yang merupakan konflik nilai di samping ada pendapat dari guru.
4.      Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach)
Pendekatan ini melihat, memperhatikan dan menganalisis kurikulum secara keseluruhan. Semua masalah yang berkaitan dengan kurikulum didefinisikan secara global oleh pengembang kurikulum. Langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan komprehensif yaitu pengengembang kurikulum dapat menetapkan langkah pertama yang akan dilakukan dan apa yang akan dicapai sebagai sasaran dengan merumuskan filsafat pendidikan, visi-misi dan tujuan pendidikan serta sasaran yang ingin dicapai. Setelah itu, merancang perencanaan dan strategi pelaksanaan guna mencapai sasaran. Dari hasil percobaan tersebut dilakukan evaluasi terhadap perencanaan sebagai bahan feedback untuk semua langkah yang telah dilakukan. Selanjutnya, dilakukan revisi dan penyempurnaan terhadap pendekatan secara keseluruhan.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan komprehensif dapat dilihat berdasarkan gambar di bawah ini:










5.      Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)
Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagi informasi tentang masalah-masalah, keinginan atau harapan, dan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan multimetode dan media dalam pembelajaran, serta sistem penilaian.
6.      Pendekatan Terpadu
Pendekatan terpadu adalah suatu pendekatan yang memadukan keseluruhan bagian dan indikator-indikatornya dalam suatu bingkai kurikulum untuk mencapai tujuan tertentu. Bagian yang dimaksud menggambarkan:
a.       Hasil belajar peserta didik (kognetif, afektif dan psikomotor),
b.      Tahap-tahap pengembangan kurikulum (perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pengendalian)
c.       Program pendidikan yang ditawarkan, seperti program pendidikan umum, program pendidikan agama, dan program pendidikan pilihan.
2.3  Menghubungkan Antara Orientasi Pengembangan Kurikulum Dan Pendekatan Kurikulum
Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus. Seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakikat belajar dan hakikat anak didik, pandangan tentang keberhasilan implementasi kurikulum, dan lain sebagainya. Berdasarkan orientasi itu selanjutnya dikembangkan kurikulum menjadi pedoman pembelajaran, diimplementasikan dalam proses pembelajaran dan dievaluasi. Hasil evaluasi itulah kemudian dijadikan bahan dalam menentukan orientasi, begitu seterusnya hingga membentuk siklus.
Orientasi pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut 6 aspek, yaitu :
1.      Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan: artinya hendak dibawa ke mana siswa yang kita didik itu.
2.      Pandangan tentang anak: apakah anak dipandang sebagai organisme yang aktif atau pasif.
3.      Pandangan tentang proses pembelajaran: apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah perilaku anak.
4.      Pandangan tentang lingkungan : apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.
5.      Konsepsi tentang peranan guru : apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat otoriter atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada anak untuk belajar.
6.      Evaluasi belajar : apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau non tes.
Orientasi merupakan suatu tidakan yang melakukan peninjauan untuk menentukan suatu pendekatan yang akan digunakan dalam pengembangan kurikulum dengan tujuan agar pengembangan kurikulum tersebut sesuai dengan keadaan suatu tempat (adaftif) supaya dapat tercapainya suatu sasaran dengan tepat dan benar.
Dalam pengembangan kurikulum, tidak terlupakan pendekatan yang akan digunakan, akan tetapi suatu pendekatan baru dapat diidentifikasi apabila suatu orientasi sudah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan kebutuhan suatu pendidikan atau sesuai dengan perkembangan zaman. Maka hubungan orientasi dengan pendekatan pengembangan kurikulum sangatlah berhubungan erat, karena tanpa orientasi pengembangan kurikulum maka mengidentifikasi  pendekatan pengembangan kurikulum tidak akan bisa terlaksana sebab seorang pengembang kurikulum tidak mengetahui kebutuhan suatu pendidikan atau kebutuhan suatu masyarakat.
2.4  Menentukan Strategi Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum bukanlah sebuah tindakan mekanistik. Tidak serta-merta setiap guru dapat mengembangkan kurikulum. Kegiatan itu memerlukan strategi yang memungkinkan kurikulum dapat dikembangkan sehingga membuahkan hasil yang baik. Maka penyusun mengemukakan 5 strategi pengembangan kurikulum yaitu sebagai berikut:
1. Mengubah Sistem Pendidikan
Mengubah seluruh sistem pendidikan hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, yakni Dinas Pendidikan Nasional, yang mempunyai wewenang penuh untuk mengadakan perubahan kurikulum secara total.
Perubahan ini menyeluruh dan dijalankan secara seragam di seluruh negara. Usaha besar-besaran ini hanya dapat dikordinasikan oleh pemerintah pusat dengan menjelaskan kebijaksanaan, petunjuk pelaksanaan, dan buku pedoman. Strategi ini sangat ekonomis dari segi waktu maupun tenaga bila perubahan kurikulum itu dilakukan secara seragam dan menyeluruh.
2. Mengubah Kurikulum Tingkat Lokal
Kurikulum yang nyata, yang riil, hanya terdapat di tempat guru dan murid berada, yakni di sekolah atau dalam kelas. Di sinilah masalah kurikulum yang sesungguhnya berada. Dalam kelas kurikulum menjadi hidup, bukan hanya secarik kertas. Dalam menghadapi anak dengan segala macam karakteristiknya, setiap guru akan menghadapi masalah yang tidak selalu dapat diperkirakan sebelumnya. Guru harus mengadakan penyesuaian. Oleh karena itu, betapapun ketat dan rincinya sebuah kurikulum, guru selalu mendapat kesempatan untuk mencobakan pikiran dan kreativitasnya.
3. Memberikan pendidikan in-service dan pengembangan staf
Kurikulum sekolah akan mengalami pengembangan jika mutu guru ditingkatkan. In-service training dianggap lebih formal, dengan rencana yang lebih ketat, dan diselenggarakan atas instruksi pihak atasan. Pengembangan staf lebih baik tidak formal, sehingga lebih bebas dan sesuai dengan kebutuhan guru. Guru dengan menerapkan apa yang sudah diperolehnya dalam pendidikan in-service atau kegiatan pengembangan staf lainnya, misalnya dapat disuruh mengobservasi dan menilai dirinya dalam mengajar dengan melihat rekaman kegiatan mengajar yang ia lakukan.
4. Supervisi
Dahulu penilik sekolah mengunjungi sekolah untuk mengadakan inspeksi dan memberi penilaian terhadap guru dan sekolah. Kedatangannya dipandang sebagai hari mendung penuh rasa takut yang dihadapi guru dengan segala macam tipu muslihat. Kini pengertian supervisi sudah berubah. Tujuannya ialah membantu guru mengadakan pengembangan dalam pengajaran. Supervisi adalah memberi pelayanan kepada guru agar dapat melakukan pembelajaran lebih efektif. Bila dirasa perlu, penilik sekolah dapat memberikan demonstrasi bagaimana melaksanakan suatu metode baru. Seorang penilik sekolah harus senantiasa mempelajari perkembangan kurikulum dan metode mengajar modern serta dapat pula menerapkannya.
5. Eksperimentasi dan penelitian
Negara kita tidak tertutup bagi macam-macam pembaruan dalam pendidikan. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuka pendidikan kita terhadap pengaruh dari negara-negara lain di dunia ini. Ciri kemajuan ialah perubahan dan perbaikan. Penelitian atau riset pendidikan belum cukup banyak dilakukan di negara kita. Hasil penelitian pun tidak langsung dapat diterapkan. Diperlukan waktu yang cukup sebelum hasil penelitian itu dapat diterima oleh khalayak luas.
Yang lebih mungkin dilaksanakan ialah eksperimentasi, yakni mencobakan metode atau bahan baru. Pada dasarnya setiap kurikulum baru harus diujicobakan lebih dahulu sebelum disebarkan ke semua sekolah. Pembaruan kurikulum tanpa uji coba terlebih dahulu sangatlah beresiko, karena dapat menghamburkan biaya dan tenaga, tanpa jaminan bahwa pembaruan itu akan membawa perbaikan.
Dalam menentukan strategi pengembangan kurikulum, pengembang dapat melaksanakannya dengan beberapa strategi di atas, akan tetapi tidak semua strategi dapat dilaksanakan dengan baik. Namun, dalam pengembangan kurikulum ini dapat digunakan beberapa strategi di atas dengan menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada di sekitarnya.

BAB III
PENUTUP
Menurut Zainal Arifin dalam bukunya “Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum” (2011: 137) Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tantang suatu konsepsi dasar. Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh  atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian dari kurikulum. Disamping itu, ada model yang mempersoalkan keseluruhan proses dan ada pula yang hanya menitikberatkan pandangannya pada mekanisme penyusunan kurikulum. Ulasan teoritis demikian dapat pula hanya mengutamakan uraiannya pada segi organisasi kurikulum dan ada pula yang menitikberatkan ulasannya hanya pada hubungan antarpribadi orang-orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum. Aplikasi model-model sebaiknya didasarkan pada faktor-faktor konstan, sehingga ulasan tentang model yang dibahas dapat terungkapkan secara konsisten.
Pada semua model pengembangan kurikulum yang telah dijelaskam di atas, titik pandang yang diletakkan oleh para pengembang berbeda-beda. Kita tidak dapat mengatakan bahwa suatu model memiliki keuntungan dan dan kekurangnnya. Apabila kita ingin menerapkan suatu model, sebaiknya dikaji terlebih dahulu situasi dan kondisi kerja yang ada serta kepentingan kita, kemudian menentukan model manakah yang dapat diterapkan dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihan beberapa model.



DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal.2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, Nana Sy. 2005. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Yogyakarta: PT Raja Grafindo Widya.